Koridor-koridor Toleransi dalam Agama
Banyak upaya yang dilakukan para penentang Islam dalam menciptakan keragu-raguan terhadap ajaran-ajaran Islam yang telah diyakini kebenarannya tanpa ragu. Mereka pun senantiasa berupaya untuk mengubah perkara-perkara yang diyakini kebenarannya dan telah pasti, menjadi perkara-perkara yang tidak pasti dan hipotetif serta hal-hal yang pasti dan kuat menjadi tidak pasti dan mengandung berbagai kemungkinan, yang dapat diambil atau ditolak, ditarik atau dilepas dan dapat mengikuti arus pendapat dari timur, barat, utara, ataupun selatan. Sebagaimana mereka mengaburkan dan berusaha membiaskan bagaimana seharusnya sikap toleransi sebagai muslim terhadap aqidah lain. Hal-hal tersebut patut untuk diwaspai dan diluruskan.
Agama Islam telah memberikan pedoman melalui Al-Qur’an sebagai tuntunan hidup. Aturan hidup yang diridhai Allah SWT hanyalah Islam. Hal ini merupakan aksioma (kebenaran yang diterima) bagi umat Muhammad SAW.
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka…” (QS. Ali Imran:19)
Hal ini wajar dan tidak terbantahkan. Penelitian terhadap Al-Qur’an mendukung pernyataan tersebut. Tak seorang pun mampu membuat satu surah pun, atau sepuluh ayat, bahkan satu ayat pun tak ada yang sebanding dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan para ilmuwan pun telah banyak melakukan penelitian yang kemudian mendapatkan aneka penemuan ilmiah karena terinspirasi oleh Al-Qur’an ataupun penemuan-penemuan yang ternyata sangat sesuai dengan isi kandungan Al-Qur’an, mereka melakukan penelitian di bidang yang dikuasainya dan menghasilkan penemuan yang ternyata itu sejalan dengan Al-Qur’an.
Penelusuran terhadap penerapan aturan-aturan Islam oleh Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya menguatkan pembuktian dalam kandungan surah Ali Imran ayat 19 tersebut.
Adapun orang yang mengambil jalan selain Islam sebagai agama atau aturan dan pedoman hidupnya, Al-Qur’an menyebutkan bahwa ia akan ditolak dan di akhirat orang tersebut dalam keadaan merugi.
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat akan termasuk orang-orang yang merugi” (QS.Ali Imran: 85)
Sikap Islam Terhadap Ahli Kitab
Umat Islam seluruhnya tidak menyangsikan kekafiran Yahudi dan Nasrani, serta orang-orang yang tidak mau mengimani risalah-risalah yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sudah pasti kebenarannya, baik secara teoretis maupun praktis.
Masalah kekafiran Yahudi dan Nasrani tidak hanya ditegaskan oleh satu ataupun dua ayat saja dalam Al-Qur’an, namun telah ditegaskan dalam puluhan ayat Al-Qur’an dan puluhan hadits Rasulullah SAW.
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu…” (QS. Al-Maidah: 72).
Dalam Hadits shahih yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Musa Al-Asy’ariy, Rasulullah Muhammad SAW berkata:
“Siapa yang mendengar (da’wah)-ku dari umatku atau dia Yahudi atau Nasrani kemudian tidak mengimani (risalah)-ku, maka ia akan masuk neraka” (HR. Ahmad)
Sehingga tidak ada individu muslim yang menentang pernyataan Kitab Allah SWT dan nash-nash yang qath’i dengan pendapat dan hawa nafsu. Ketika terdapat upaya-upaya seruan untuk mencampur-adukkan ajaran agama, seorang muslim akan mengatakan, sebagaimana Al-Qur’an menyatakan:
“Bagi kamu agama (syirik)-mu dan bagi aku agama (tauhid)-ku” (QS. al-Kafirun: 6).
Toleransi yang Harus Dipagari
Setiap Desember (dalam kalender masehi) umat Islam -khususnya di Indonesia- selalu memegang teguh sikap toleransi kepada umat lain, khususnya terhadap umat Kristen yang merayakan suatu tradisi keagamaannya 25 Desember yang diyakini oleh sebagaian umat Kristen sebagai hari kelahiran Isa ‘Alaihissallam. -walau sebagian dari mereka tidak sependapat-.
Umat Islam pun selalu memberikan tempat dan kesempatan kepada umat tersebut, sehingga tercipta kerukunan dan kedamaian. Namun, sikap toleran tersebut belakangan telah menjurus ke arah talbis (pencampur adukan) ajaran agama.
Sebagian umat Islam merasa tidak toleran lagi apabila tidak mengucapkan selamat natal dan tahun baru, tidak berpakaian seperti sinterklas baik lengkap atau hanya pada bagian tertentu, tidak turut berpastisipasi dalam merayakan natal dan tahun baru bersama, dan lain hal sebagainya.
Padahal, sejatinya dalam al-Qur’an, juga dalam hadits Nabi SAW telah jelas ditegaskan hal-hal yang menjadi keyakinan umat Islam, bahwa: Islam adalah agama yang sempurna dan satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT (QS. Al-Maidah: 3). Al-Qur’an menolak keras praktek talbis.
“Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya” (QS. Al-Baqarah: 42)
“Katakanlah: Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagi kamu agama (syirik)-mu dan bagi aku agama (tauhid)-ku” (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Umat Islam dapat menjadi kafir kembali jika mengikuti langkah-langkah hidup para ahli Kitab
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS. Al-Baqarah: 120)
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imron: 100-104)
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari kaum itu” (HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 1269 dan Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269).
Untuk itu, umat Islam harus selalu istiqamah dalam meyakini dan mengamalkan syari’at agama-Nya (Islam) dan menjauhi sikap “basa-basi” yang menjurus kepada talbis. Saling menghargai sesama umat beragama tidak harus dengan merusak akidah.
Dalam sejarah, ketika Fathul Aqsa Khalifah Umar bin Khattab pernah ditawarkan Gereja untuk tempat shalat, namun Khalifah Umar bin Khattab menolaknya. Contoh lain dalam sejarahnya adalah ketika pembebasan Istanbul, memang benar bahwa Gereja Aya Sofya di Turki dirubah menjadi Masjid, akan tetapi semua aksesoris di Gereja pun juga dirubah.
Kita bisa belajar dari sebab musabab atau asbabun nuzul dari turunnya surah Al-Kafirun, yakni ketika orang-orang kafir berusaha menghentikan perjuangan dan dakwah Rasulullah Muhammad SAW. Tokoh-tokoh kafir berpikir bagaimana cara menghentikan dakwah beliau, dan akhirnya mereka menemukan suatu cara, yaitu melalui toleransi dallam beragama.
Toleransi beragama yang dimaksudkan para kafir Quraisy itu adalah bilamana mereka menyembah berhala, mereka mengajak kaum muslimin untuk sesekali ikut menyembah berhala bersama mereka. Sebaliknya, ketika kaum muslimin sedang shalat Jum’at, mereka pun sesekali akan mengikti shalat jum’at. Maka, kemudian turunlah surah Al-Kafirun yang secara lantang menolak ajakan kaum kafir Quraisy tersebut.
Wallahu A’lam Bisshawab. []
Comments
Post a Comment