Intifada Palestina
Perjuangan merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Perjuangan dalam mengarungi kehidupan, untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Seseorang akan berjuang untuk bertahan hidup, berusaha (berjuang) mewujudkan impiannya untuk penghidupan yang lebih baik, mencari nafkah, menuntut ilmu, dan lain hal sebagainya. Dan perjuangan yang paling mulia, sebaik-baik perjuangan adalah berjuang di jalan Allah SWT. Mengorbankan jiwa dan raga, riil maupun materiil, segalanya demi menggapai ridha Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. As-Shaf: 10-11)
Sekitar satu pekan yang lalu, umat islam dikejutkan dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang menyatakan akan memindahkan kedutaan besar (kedubes) AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerussalem, selain itu Trump juga menyatakan bahwa AS telah mengakui Yerussalem sebagai ibukota Israel, ia (Donald Trump) juga mengatakan bahwa Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama umat islam berdiri di atas Bukit Haikal Sulaiman.
Tak pelak, pernyataan sepihak dan kontroversial Presiden AS tersebut mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Bukan hanya dari negara-negara muslim, bahkan negara-negara sekutunya semisal Perancis pun mengecam tindakan Trump (AS) yang “ngawur” dan melanggar 9 (Sembilan) resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) yang didukung 15 (lima belas) anggota, terkait status Yerussalem sejak 1967 yang tertuang dalam resolusi 242, resolusi 252, resolusi 465, resolusi 478, resolusi 672, resolusi 1073, resolusi 1322, resolusi 1397, dan resolusi 2334.
Selain itu, pernyataan dan keputusan Donald Trump tersebut pun sangat kontradiktif dengan kebijakan luar negeri AS selama sekitar 7 (tujuh) dekade terakhir terkait status Yerussalem.
Fenomena perjuangan saat ini, di antaranya bisa kita ambil dari potret saudara kita di Palestina tersebut. Tepat di bulan ini (Desember, dalam kalender masehi), saudara-saudara kita di Palestina menjadikannya sebagai bulan perjuangan. Mereka menyebutnya dengan nama syahrul intifadhah atau bulan intifadhah, yang berarti bulan perlawanan bangsa Palestina terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Israel.
30 tahun yang lalu, di bulan yang sama, di Desember 1987 lalu, rakyat Palestina meninggalkan rumah-rumah mereka demi meraih kemerdekaan. Tua, muda, anak-anak, laki-laki maupun perempuan, mereka semua bersatu padu, bergerak melawan tentara penjajah Israel. Harta hingga jiwa mereka korbankan, untuk melawan kedhaliman yang telah merampas hak hidup mereka, dan juga telah menistai masjid Al-Aqsha yang dimuliakan sebagai kiblat pertama umat islam.
Al-Aqsha merupakan masjid yang menjadi kiblat pertama umat Islam, dan masjid tersebut, dengan berbagai upayanya, hendak dirobohkan oleh Zionis Israel. Masjid itu setiap harinya terus mendapatkan serangan, dinistai oleh militer Israel, para pemukim dan rabi-rabi Yahudi, bahkan jamaah shalatnya pun ditakut-takuti dengan bunyi rentetan suara mesiu, mereka hidup dalam ancaman Israel yang setiap saat “menghantui”.
Rabu (6/12/17) siang waktu AS, Presiden Amerika Donald Trump mengumumkan beberapa hal kontroversi terkait dengan Palestina, yaitu menyangkut status Yerussalem sebagaimana yang telah disebutkan, pertama, Amerika mengakui Al-Quds (Yerusalem) sebagai ibukota Israel. Kedua, Amerika akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerussalem, dan ketiga, ia menyatakan bahwa Masjid al-Aqsha berdiri di atas bukit Haikal Sulaiman.
Pernyataan sepihak dan kontroversial tersebut menghentak dunia islam. Beberapa Negara pun bahkan dengan seketika langsung melakukan aksi dan melancarkan protesnya. Mereka mengusung tagline “Al-Quds, Ibukota Abadi Palestina”. Lalu, pantaskah kita hanya berdiam diri melihat peristiwa itu? Pantaskah kita mendiamkan perjuangan intifadhah itu berjalan sendirian? Jawabannya tentu tidak, kita tidak bisa tinggal diam. Kita sebagai sesama umat islam, tentu harus memiliki kepekaan yang lebih dan terus solid dalam memperjuangkan islam, harus merasa terpanggil untuk mendukung perjuangan mereka, dengan berbagai daya-upaya yang bisa dilakukan.
Dalam sejarahnya, Palestina telah melewati 3 (tiga) kali masa intifadhah. Maka saat ini, adalah intifadhah yang keempat.
Intifadhah pertama, yang disebut dengan nama Al-Intifadhah Al-Mubarakah, meletus pada bulan Desember 1987. Perlawanan rakyat ini akhirnya berhenti pada bulan September 1993 bersamaan dengan ditandatanganinya kesepakatan Oslo, antara otoritas Palestina dengan otoritas Israel. Total sebanyak 1.392 warga Palestina gugur sebagai syuhada dalam aksi intifadhah pertama itu.
Dan sebagaimana telah diperkirakan, bahwa kesepakatan Oslo tersebut tidak akan menjadi akhir dari “kebiadaban” Zionis Israel. Penjajahan berlanjut dan perjuangan rakyat Palestina juga terus dilakukan.
Di perkembangan selanjutnya, meletuslah intifadhah kedua, yang kemudian dikenal dengan nama Intifadhah Al-Aqsha pada bulan September tahun 2000. Penamaan Al-Aqsha tidak lepas dari penyebab meletusnya aksi tersebut, yakni ketika Perdana Menteri Israel (masa itu), Ariel Sharon memaksa masuk ke dalam komplek Masjid Al-Aqsha dengan membawa sekitar 1.200 personil militer Israel.
Menghadapi kondisi ini, jamaah Masjid Al-Aqsha tidak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan. Bentrokan pun meletus, darah suci para penjaga masjid Al-Aqsha membasahi pelataran masjid. Darah perjuangan itulah yang mewakili pembelaan umat Islam, yang kelak akan menjadi saksi kesungguhan perjuangan mereka di jalan Allah SWT.
Selanjutnya, intifadhah ketiga, meletus pada tanggal 1 Oktober 2015 yang dikenal dengan nama Intifadhah Sakakin, artinya perlawanan dengan menggunakan pisau. Dan kini, intifadhah keempat tengah bergulir sejak Jum’at, 8 Desember 2017 yang dinamakan dengan Intifadhah Huriyyat Al-Quds atau pembebasan Al-Quds dan Tepi Barat.
Sungguh, saudara muslim kita di sana adalah orang-orang yang berjasa mempertahankan masjid mulia umat islam di seluruh dunia, kiblat pertama umat islam, Masjid Al-Aqsha. Mereka berada di garda terdepan, menghadapi moncong senjata penjajah Israel, dan tanpa diliputi rasa takut sedikitpun. Mereka mempertahankan masjid yang sesungguhnya juga menjadi tanggungjawab kita untuk mempertahankannya. Umat muslim sedunia tidak diragukan lagi memiliki hutang budi terhadap jasa perjuangan mereka selama ini.
Saudara-saudara kita di Palestina saat ini diusir dari tanah kelahiran mereka, rumah-rumahnya dirobohkan, hidup di bawah tekanan dan blokade berkepanjangan. Mereka adalah orang-orang yang terdhalimi, dan mereka memiliki hak untuk melakukan perlawanan dengan berbagai ragam cara dan bentuknya. Seperti yang difirmankan oleh Allah SWT:
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu“(QS. Al-Hajj: 39)
Orang-orang Palestina berperang dengan keteguhan tekad dan imannya, semangat keimanan mereka, mengerahkan tenaga baik dalam bentuk fisik, fikiran, dan dengan menggunakan persenjataan seadanya, peralatan yang sangat terbatas. Namun, disitulah kekuatan sesungguhnya, yang membuat musuh-musuh Allah SWT menjadi gentar. Sedangkan kita yang berada jauh dari mereka secara fisik, maka persiapkanlah materi terbaik dan do’a terbaik untuk mereka, saudara-saudara kita sesama muslim, saudara seiman kita. Karena setiap harta yang kita infakkan di jalan Allah SWT, niscaya akan mendapatkan balasan yang tak ternilai harganya.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” (QS. Al-Anfal: 60)
Sejatinya, banyak hal bisa dilakukan sebagai bentuk protes dan kecaman terhadap Israel, terutama yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia mengingat Indonesia memiliki pengalaman yang cukup matang dalam negosiasi dan lobbying diplomasi untuk menegahi persoalan negara-negara yang bersengketa (dilanda konflik). Bahkan, bilamana serius, pemerintah Indonesia, bisa dimungkinkan untuk mengembargo produk-produk asal Israel, dan sebagainya. Selain itu, berbagai upaya juga bisa dilakukan oleh umat islam di seluruh penjuru dunia. Meski tak bisa turun di medan juang bersama saudara-saudara kita, misalnya umat islam di seluruh dunia bisa melancarkan aksi protes pada kedubes AS dan Israel di tiap wilayah, dan berbagai macam metode dukungan lainnya terhadap Palestina. Hal paling utama adalah dengan terus memanjatkan do’a terbaik untuk perjuangan dan pembebasan saudara-saudara kita di Palestina dari belenggu penjajahan kepada Allah SWT, dzat yang maha segalanya, Ialah yang memegang kendali alam semesta dan seisinya.
Bertepatan dengan perjuangan intifadhah, hendaklah kita mampu mengambil semangat dari perjuangan mereka yang tanpa gentar dan pantang menyerang berjuang membebaskan bumi Palestina dari “rong-rongan” Zionis Israel.
Menjaga persatuan umat adalah hal mutlak yang wajib terus diupayakan dan dijaga. Perjuangan tidak akan ada artinya ketika saling tercerai-berai. Karena Allah SWT menyukai perjuangan hamba-Nya yang berada dalam satu shaf, layaknya sebuah bangunan yang kokoh. Karena dengan cara itulah, perjuangan kita akan sampai pada kemenangan hakiki.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan (yang teratur) seakan-akan mereka seperti (suatu) bangunan yang tersusun kokoh” (QS. As-Shaf: 4)
Selanjutnya, dalam hidup di dunia, yang hanya sekali ini, niatkanlah untuk berjuang menegakkan agama Allah SWT, dengan apapun bentuknya. Karena mati dalam membela agama Allah SWT merupakan sebuah kemuliaan. Hal paling minimal adalah adanya niat dalam jiwa kita untuk selalu berjihad di jalan Allah SWT, sehingga kita tidak mati di atas cabang kemunafikan.
“Siapa yang meninggal sementara ia tidak pernah berperang (berjihad) dan tidak pernah meniatkan untuknya, maka ia mati di atas cabang kemunafikan” (HR. Muslim)
Maka, persiapkanlah diri kita untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Karena Allah SWT akan menguji kita untuk mengetahui siapa hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dan siapa hamba-Nya yang lalai. Dan ujian itu beragam bentuknya, bisa dalam bentuk pengorbanan harta, hingga jiwa-raga. Dan selalu ingatlah, seorang mukmin yang memiliki persiapan kekuatan, baik dari segi jasmani maupun rohani, ilmu maupun materi, lebih dicintai oleh Allah SWT, daripada mukmin yang lemah. Karena dengan kekuatan yang ia miliki, ia akan menjadi mukmin yang bermanfaat untuk menegakkan agama Allah SWT di atas muka bumi ini.
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan” (HR. Muslim)
Wallahua’lam Bisshawab. []
Comments
Post a Comment