Refleksi Diri dalam Meneladani Muhammad SAW
Tidak ada suatu nikmat yang Allah curahkan kepada seluruh hamba-Nya melainkan nikmat tersebut adalah nikmat yang besar. Diantara nikmat terbesar bagi umat manusia adalah diutusnya para rasul yang bertugas memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri” (QS. Ali Imran : 164).
Adapun rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah yang berlaku bagi seluruh umat manusia (yang merupakan rasul akhir zaman) adalah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hari ini dalam kalender hijriyah tepat pada 12 Rabi’ul Awal yang merupakan tanggal kelahiran beliau. Maka sudah semestinya kita kembali melakukan refleksi terhadap diri kita sebagai seorang muslim yang tentunya juga mengemban tugas dakwah Islam untuk senantiasa meneladani sosok Rasulullah SAW dalam berbagai aspek kehidupan, dalam setiap aktivitas keseharian, dan dalam menunjang dakwah Islam.
Karakter Rasulullah SAW
Diantara sifat dan karakter Rasulullah SAW adalah apa yang telah Allah SWT sebutkan dalam Al Qur’an melalui firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya telah datang seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang beriman” (QS. At Taubah : 128)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah SWT berfirman (dalam surah At Taubah ayat 128) sebagai pemberitahuan tentang anugerah Allah SWT kepada orang-orang yang beriman, yaitu pengutusan seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, dari jenis mereka, dan satu bahasa dengan mereka. Ia merasa berat menyaksikan penderitaan dan kesusahan yang menimpa umatnya, dan berkeinginan keras untuk memberi petunjuk dan menghasilkan manfaat dunia akhirat kepada kalian, serta sangat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang yang beriman.
Sekilas Perjuangan Dakwah Rasulullah SAW
Dakwah Secara Rahasia (Sembunyi-sembunyi)
Sebagaimana diketahui, kota Makkah merupakan pusat agama bangsa Arab. Di sana terdapat para pengabdi Ka’bah dan pengurus berhala serta patung-patung yang disakralkan oleh seluruh bangsa Arab. Untuk mencapai sasaran, yaitu melakukan perubahan di kota Makkah, jauh lebih sulit dan sukar jika dibandingkan apabila hal tersebut jauh darinya. Karenanya, berdakwah membutuhkan tekad baja yang tak mudah tergoyahkan oleh beruntunnya musibah dan bencana yang menimpa. Maka, memulai dakwah secara rahasia merupakan suatu hal yang bijaksana dalam menghadapi hal itu agar penduduk Makkah tidak dikagetkan dengan sesuatu yang bisa memancing emosi mereka.
Merupakan hal yang wajar bila yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah menawarkan Islam kepada orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan beliau, keluarga serta sahabat-sahabat karib beliau. Tidak sedikit diantara mereka yang tidak sedikitpun disusupi oleh kebimbangan terhadap keagungan Rasulullah, kebesaran jiwa beliau, serta kebenaran berita yang dibawanya. Mereka merespon dengan baik dakwah beliau.
Dalam sejarah Islam, mereka dikenal sebagai As Sabiqun Al Awwalun (orang-orang yang paling dahulu dan pertama masuk Islam). Di barisan depan adalah istri Nabi, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, disusul mantan budak beliau Zaid bin Harits bin Syarahbil Al Kalbi, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib yang ketika itu masih kanak-kanak dan hidup dalam asuhan beliau, serta sahabat karib beliau Abu Bakar Ash Shiddiq. Mereka semua memeluk Islam di hari pertama dakwah (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 80-81)
Dakwah Secara Terang-terangan
Awal dimulainya perintah untuk berdakwah secara terang-terangan adalah firman Allah SWT (yang artinya), “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat” (QS. Asy Syu’ara : 214).
Pada surah Asy Syu’ara ini, sebelumnya terdapat cerita yang menyinggung kisah Musa AS sejak permulaan kenabian hinggan hijrahnya beliau bersama Bani Israil, lolosnya mereka dari kejaran Fir’aun, serta tenggelamnya Fir’aun bersama kaumnya. Kisah ini mengandung semua tahapan yang dilalui oleh Musa AS dalam dakwahnya kepada Fir’aun dan kaumnya agar menyembah Allah SWT.
Seakan-akan rincian ini semata-mata dipaparkan seiring dengan perintah kepada Rasulullah SAW untuk berdakwah di jalan Allah agar di hadapan beliau dan para sahabatnya terdapat contoh atas pendustaan dan penindasan yang akan mereka alami nantinya manakala mereka melakukan dakwah tersebut secara terang-terangan. (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 84).
Dalam sejarah beliau berdakwah secara terang-terangan, setelah beliau merasa yakin dengan janji pamannya, Abu Thalib, yang akan melindungi dalam tugasnya menyampaikan wahyu Rabb-nya, suatu hari beliau berdiri di atas bukit Shafa seraya berteriak, “Ya Shabahah! (Wahai manusia datanglah kemari).” Lalu berkumpullah suku-suku Quraisy. Kemudian Nabi mengajak mereka untuk bertauhid, beriman kepada risalah yang dibawanya dan kepada hari akhir. (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 85)
Aral Rintangan Penghadang Dakwah Rasulullah SAW
Betapa banyak rintangan yang dialami oleh Rasulullah dalam berdakwah mengajak manusia kepada tauhid. Kaum musyrikin berusaha untuk menghalangi dakwah Nabi dengan berbagai cara, seperti menyindir, menghina, mengejek, mendustakan, dan menertawakan beliau dengan segala aktivitas dakwahnya.
Tujuan mereka dengan semua ini adalah melemahkan dan “menggembosi” semangat kaum muslimin. Mereka memberikan tuduhan-tuduhan buruk, dungu, dan bodoh kepada Nabi. Mereka memanggil Nabi dengan sebutan orang gila. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan mereka berkata, Hai orang yang diturunkan kepadanya Adz-Dzikr (Al Qur’an), sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila” (QS. Al Hijr : 6). Mereka menjuluki beliau sebagai tukang sihir dan pembual. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka, dan orang-orang kafir berkata, ‘Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta’.” (QS. Shad : 4).
Kaum kafir Quraisy juga mencoreng ajaran-ajaran beliau dan menyebarkan syubhat-syubhat, iklan-iklan palsu, dan tuduhan-tuduhan rendah terhadap ajaran dan kepribadian Nabi, sehingga orang-orang awam tidak memiliki peluang untuk merenungkan dakwah beliau. Mereka pun menentang Al Qur’an dengan mengatakan isinya adalah dongeng orang-orang terdahulu dan menyibukkan manusia dengannya.
Bahkan dengan “kelewat” liciknya mereka berupaya melakukan negosiasi. Mereka berusaha mempertemukan ajaran Islam dengan jahiliyah di persimpangan jalan. Caranya adalah orang-orang musyrikin akan meninggalkan sebagian dari agama mereka dan Nabi pun diminta meninggalkan sebagian dari agama beliau, maka, Allah SWT berfirman (yang artinya), “Maka mereka menginginkan supaya kamu besikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)” (QS. Al Qalam : 9). (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 89-90)
Bahkan lebih dari itu, kaum musyrikin sangat berkeinginan untuk menghabisi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu kisah menyebutkan bahwa Uqbah bin Abi Mu’ith menginjak-injak tengkuk beliau yang mulia saat beliau sedang sujud sehingga hampir-hampir biji matanya keluar (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 106).
Tekun dan Sabar dalam Mengemban Misi Dakwah
Sungguh beliau adalah manusia yang paling mulia, sikap, tingkah laku, serta gerak-gerik beliau. Semuanya patut dijadikan contoh oleh siapa saja yang menghendaki kebaikan. Diantara perkara nan agung yang patut kita teladani adalah kesabaran beliau dalam mengajak manusia kepada agama Islam.
Diantara contoh kisah yang menunjukkan besarnya kesabaran beliau dalam berdakwah adalah tatkala di bulan Syawwal tahun sepuluh kenabian, beliau berangkat ke Thaif yng berjarak kurang lebih enam puluh mil dari Makkah. Beliau berangkat dengan berjalan kaki pulang-pergi dengan disertai mantan budaknya Zaid bin Haritsah. Setiap melewati kabilah dalam perjalanannya, beliau mengajak mereka kepada Islam, namun tak satupun yang menjawab. Rasulullah SAW tinggal di Thaif selama sepuluh hari. Beliau tidak meninggalkan seorang tokohpun dari mereka kecuali beliau mendatangi dan mengajaknya kepada Islam.
Namun mereka malah mendustakan dan mengusir beliau, bahkan ketika Nabi hendak pergi meninggalkan Thaif, mereka menghina dan melempari Nabi dengan batu. Mereka melempari tumit Nabi sehingga sepasang sandal beliau berlumuran darah.
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari, ketika beliau ditawari oleh malaikat gunung, “Jika engkau mau, aku akan menimpakan Akhsyabain (dua gunung di Makkah yang berhadapan) atas mereka”, Rasulullah SAW menjawab, “Justru aku berharap Allah berkenan mengeluarkan dari sulbi mereka orang-orang yang menyembah Allah SWT semata dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apapun.” (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 134-136)
“Secuil” (sekilas) kisah kesabaran, kegigihan, serta keteladanan Rasulullah SAW dalam berdakwah mengajak kaumnya agar men-tauhid-kan Allah SWT. Beliau berdakwah dengan akhlak yang mulia. Allah SWT juga memuji akhlak beliau dengan firman-Nya (yang artinya), “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al Qalam : 4).
Berbagai rintangan serta tantangan telah beliau hadapi dalam rangka menyelamatkan umatnya dari pedihnya adzab neraka, hingga pada akhirnya Allah SWT memenangkan beliau beserta orang-orang beriman bersamanya, sampai paripurnalah misi dakwah beliau, tatkala Allah SWT berfirman (yang artinya), “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan…” hingga akhir surat (QS. An Nashr : 1-3).
Mudah-mudahan kita dapat meneladani akhlak serta kesabaran beliau dalam mendakwahkan agama Islam yang benar kepada masyarakat, serta terus berjuang memenangkan agama Allah SWT, terlebih dalam momentum hari kelahiran Rasulullah SAW yang kerap diperingati sebagai “Maulid Nabi”, maka momentum tersebut harus mampu kita raih manfaatnya, yaitu demi mengokohkan semangat perjuangan dalam menegakkan kalimat tauhid, melakukan transformasi diri menjadi sosok yang lebih baik sebagaimana Rasulullah SAW sebagai seorang uswatun hasanah. []
Comments
Post a Comment